Jumat, 23 Desember 2011

tugas ekonomi internasional 2

PERDAGANGAN ASEAN

Antara CINA dengan INDONESIA

PENDAHULUAN

Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN–Cina adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Cina. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010. Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA.

Cina mendominasi pasar di Indonesia menggeser posisi Jepang dan Amerika Serikat. Cina, sepanjang Januari hingga September 2006, memiliki nilai Investasi di Indonesia sebesar US$ 4,01 miliar. Demikian dikatakan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu di Jakarta, baru-baru ini.

produk impor Cina yang saat ini membanjiri pasar Indonesia terdiri dari buah-buahan, mesin, peralatan elektronik, kimia, dan plastik. Mari yakin, kerja sama perdagangan dengan Cina akan memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Pengamat ekonomi Pande Raja Silalahi mengatakan, di atas
Kertas kesepakatan perdagangan antara negara-negar ASEAN dan Cina baru diproyeksikan pada 2010. Kenyataannya berbagai produk impor asal Negeri Tirai Bambu itu sudah menyesaki pasar Indonesia, mulai dari produk makanan, elektronik, tekstil sampai otomotif.
pemerintah harus waspada terhadap membanjirnya produk Cina. Pasalnya, kondisi itu bisa mematikan kemampuan industri nasional.

Republik Rakyat Cina

Usulan pembentukan kawasan ini dicetuskan Cina pada bulan November 2000. Pada saat itu Cina memprediksi akan menggeser Amerika Serikat pada posisi mitra dagang utama ketiga ASEAN, setelah Jepang dan Uni Eropa. Pada rentang waktu antara 2003 dan 2008, volume perdagangannya dengan ASEAN tumbuh dari US$59.6 milyar menjadi US$192.5 milyar. Cina juga diprediksi menjadi negara eksporter dunia terbesar pada tahun 2010.


Perdagangan Cina Memasuki Indonesia

Sejak disepakatinya perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA) dimulai tanggal 1 Januari 2010, produk jadi dari China membanjiri pasar domestik. Kawasan perdagangan baru mulai bermunculan dan kawasan perdagangan lama juga ikut ramai. Organisasi Perdagangan Dunia mengatakan, setidaknya sekitar 400 kawasan perdagangan beroperasi pada tahun 2010. Hal ini menjadikan langkah awal menuju perdagangan global liberalisasi yang luas.

Selain itu, China yang memiliki penduduk sekitar 1,4 miliar jiwa dan daerah yang sangat luas menjadi daya tarik tersendiri bagi kalangan industri dan perdagangan. China seolah menjadi harapan besar untuk mendongkrak omzet perdagangan industri.

Setelah satu tahun disepakatinya perdagangan bebas ACFTA ini, neraca perdagangan Indonesia-China menunjukkan nilai surplus bagi China. Namun begitu, Indonesia masih mempunyai peluang untuk surplus asalkan ada upaya-upaya nyata dari pemerintah untuk mendongkrak ekspor barang jadi ke China.

Duta Besar Republik Indonesia untuk China Imron Cotan mengatakan, walaupun Indonesia mengalami defisit, tapi peluang untuk surplus masih ada, mengingat pasar di China sangat besar. ”Selama ini ekspor yang kita lakukan ke China masih berupa energi dan minyak serta bahan baku. Belum banyak produk yang kita bisa ekspor ke China, terutama hasil perkebunan dan buah-buahan, karena mereka miskin akan sumber daya alam,” kata Imron di Beijing, Kamis (13/1/2011).

Hingga akhir 2010, tercatat neraca perdagangan Indonesia-China berada dalam posisi 49,2 miliar dollar AS dan 52 miliar dollar AS. Artinya, barang Indonesia yang diekspor ke China nilainya 49,2 miliar dollar AS, sedangkan barang China yang diekspor ke Indonesia nilainya 52 miliar dollar AS. Neraca perdagangan Indonesia defisit sekitar 2,8 miliar dollar AS. Namun, Imron menambahkan, neraca ini berdasarkan catatan China.

Sedangkan menurut catatan Indonesia, defisit yang dialami Indonesia sebenarnya sekitar 5 miliar-7 miliar dollar AS. ”Perhitungan di Indonesia hanya mencatat FOB, harga barang saja. Sedangkan China juga menghitung ongkos kirim dan asuransi. Tidak ada yang salah dengan perhitungan ini karena kita hanya menjual barang tanpa mau mengurus ongkos kirim hingga barang selamat sampai di tempat. China mendapatkan keuntungan lebih dari ongkos kirim ini,” papar Imron.

Imron menjelaskan, ketika ACFTA ini belum dijalankan, posisi neraca perdagangan Indonesia-China adalah surplus untuk Indonesia. Namun, nilai transaksinya masih sangat kecil. Pada 2009, impor China dari Indonesia sebesar 17,1 miliar dollar AS, sedangkan impor Indonesia dari China sebesar 13 miliar dollar AS. Jika dilihat dari nilai, setelah ACFTA nilai transaksi justru melambung secara signifikan.

Walaupun secara keseluruhan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit, tetapi di empat provinsi yang menjadi pusat perdagangan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. Keempat provinsi itu adalah Guangdong, Fujian, Guangxi, dan Hainan. Konsul Jenderal Republik Indonesia untuk China Edi Yusuf mengatakan, nilai neraca perdagangan Indonesia dengan keempat provinsi China itu pada 2010 mengalami peningkatan yang cukup tajam.

Jika pada tahun 2009 nilai ekspor China (empat provinsi) ke Indonesia mencapai 3,36 miliar dollar AS, pada tahun 2010 meningkat menjadi 6,13 miliar dollar AS. Sementara untuk nilai impor China dari Indonesia pada tahun 2009 mencapai 4,3 miliar dollar AS, dan pada tahun 2010 mencapai 6,86 miliar dollar AS.

Barang-barang yang diimpor dari China sebagian besar berupa perkakas listrik, mesin, produk besi baja, tekstil, keramik, plastik, makanan olahan, garmen, kerajinan tangan, pupuk, aluminium, produk makanan dan minuman, serta produk laut.

Sedangkan produk yang ekspor dari Indonesia ke China adalah minyak bumi, mesin listrik, minyak makan, kertas, kayu, karet, bijih besi, dan tin.

”Potensi investasi yang bisa dikembangkan oleh Indonesia adalah pembangunan infrastruktur, manufaktur bahan baku industri unggulan, pengolahan sumber daya alam, dan sebagainya,” kata Edi.

Sedangkan Duta Besar Imron mengatakan, potensi Indonesia masih besar karena banyak produk Indonesia yang masuk ke China lewat negara lain, misalnya manggis. ”Produk terbesar manggis ada di Indonesia. Tetapi, mengapa China mengimpor manggis dari negara lain. Itu manggis Indonesia,” kata Imron.

Potensi lain yang menjanjikan adalah kopi. Saat ini kopi baru dikenal di China. Sebelumnya mereka tidak mengenal kopi. Tetapi karena di China banyak orang asing, dan banyak orang China yang pernah tinggal dan sekolah di luar negeri, maka budaya minum kopi makin lama makin dikenal di China. Kebutuhan akan kopi pun mulai meningkat. Apalagi kini mulai banyak ditemui kedai-kedai kopi dengan sasaran remaja dan profesional muda

Perdagangan Indonesia-China Tumbuh 18,6 Persen



Perdagangan bilateral antara Indonesia dengan China selama lima tahun terakhir (2001-2006) mengalami perkembangan yang sangat positif dan pertumbuhannya rata-rata setiap tahunnya mencapai 18,6 persen.


"Dalam lima tahun terakhir, perdagangan dua arah antara kedua negara tumbuh positif," kata Wakil Kepala Perwakilan Indonesia KBRI Beijing Mohammad Oemar, di Beijing, Selasa.


Dikatakan, produk ekspor utama RI ke China selama ini adalah bahan-bahan kimia, produk kayu, pulp dan kertas, serta karet dan pupuk. Sementara impor Indonesia dari China terbesar adalah produk semu jadi besi dan baja, suku cadang dan komponen kendaraan bermotor, mesin-mesin, elektronika, mesin pengolah data, serta buah-buahan.


Saat ini, kata Oemar, China merupakan tujuan utama kelima ekspor Indonesia ke pasar internasional dan urutan ketiga sebagai pemasok utama dengan total volume perdagangan tahun 2006 mencapai 19,06 miliar dolar AS.


"Total volume perdagangan itu tercatat melonjak tiga kali lipat dari 6,7 juta miliar dolar AS tahun 2001," katanya. Sekalipun pertumbuhan volume perdagangan kedua negara selama ini mengalami peningkatan cukup signifikan, Oemar mengatakan, perdagangan bilateral diantara kedua negara hanya mencapai 1,17 persen dari nilai total perdagangan China.


Melihat potensi penduduk kedua negara yang sangat besar serta makin meningkatnya sektor industri serta sektor ekonomi lain, maka peluang untuk melakukan peningkatan hubungan perdagangan dan kerjasama antara kedua negara masih bisa ditingkatkan.

Apalagi, tambahnya, pimpinan kedua negara yakni Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao, telah mengkampanyekan target total perdagangan kedua negara sebesar 20 miliar dollar AS pada 2008 dan 30 miliar dollar AS pada 2010.
Lebih jauh lagi, Indonesia dan China bisa mengambil keuntungan dari adanya Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China dan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA).
Indonesia juga bisa dimanfaatkan sebagai pintu masuk China ke pasar ASEAN dengan penduduk 550 juta jiwa, untuk pemasaran serta basis industrinya.

Persetujuan cina dengan negara asean

Persetujuan kerangka kerja mengenai kerjasama ekonomi menyeluruh antara negaranegara anggota asosiasi bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Republik Rakyat China

Tujuan dari Persetujuan ini adalah untuk:

  • Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan investasi diantara para Pihak;
  • Meliberalisasikan secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu rezim investasi yang transparan, liberal dan mudah;
  • Menggali bidang-bidang baru dan langkah-langkah pengembangan yang tepat untuk kerjasama ekonomi yang lebih erat diantara para Pihak; dan
  • Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dari negara-egara Anggota ASEAN yang baru dan menjembatani perbedaan pembangunan diantara para Pihak.

Para pihak sepakat untuk menegosiasikan secepatnya pendirian ASEAN-China FTA dalam 10 tahun, dan memperkuat serta meningkatkan kerjasama ekonomi melalui hal-hal sebagai berikut :

  • Penghapusan secara progresif hambatan-hambatan tarif dan non tarif dalam semua perdagangan barang-barang.
  • Liberalisasi perdagangan barang dan jasa secara progresif dengan cakupan sektor yang signifikan
  • Pendirian rezim investasi yang terbuka dan berdaya saing yang memfasilitasi dan mendorong investasi dalam perdagangan bebas ASEAN-China;
  • Ketentuan perlakuan khusus dan berbeda serta fleksibilitas untuk Negara-negara Anggota ASEAN yang baru.
  • Ketentuan fleksibilitas bagi Para Pihak dalam negosiasi ASEAN-China FTA untuk menanggulangi bidang-bidang yang sensitif dalam sektor-sektor barang, jasa dan investasi dimana fleksibilitas akan dinegosiasikan dan disepakati bersama berdasarkan prinsip timbal balik dan saling menguntungkan;
  • Pembentukan langkah-langkah fasilitasi perdagangan dan investasi yang efektif, termasuk, tapi tidak terbatas pada, penyederhanaan prosedur kepabeanan dan pengembangan pengaturan pengakuan yang saling menguntungkan;
  • Perluasan kerjasama ekonomi dalam bidang-bidang yang mungkin disepakati bersama diantara para Pihak yang akan melengkapi pendalaman hubungan perdagangan dan investasi antara para Pihak dan perumusan rencana-rencana aksi dan program-program dalam rangka mengimplementasikan kerjasama dari sektor- sektor/bidang-bidang yang telah disepakati; dan
  • Pembentukan mekanisme yang tepat untuk maksud efektifitas bagi implementasi Persetujuan ini.

Anggapan Perdagangan Cina Ke Indonesia Merupakan Penyebab Krisi

Indonesia tengah berusaha meningkatkan kinerja produksi dalam negeri, khususnya meningkatkan kemandirian usaha melalui berbagai kebijakan ekonomi (kredit usaha kecil, PNPM mandiri, kredit Usaha Tani, dan berbagai subsidi pemerintah untuk menumbuhkan ketahanan ekonomi dalam negeri). Upaya tersebut di atas ditujukan untuk melahirkan efisiensi ekonomi dalam negeri, sehingga pengusaha lokal mampu meningkatkan skala ekonomi yang pada akhirnya mampu menyediakan hasil produksi yang dapat diterima masyarakat pada tingkat harga terjangkau (murah).

Upaya di atas didukung pula oleh aksi anti korupsi yang diarahkan untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi. Ketika berbagai pungutan liar, serta penyalahgunaan kewenangan anggaran, dan berbagai penggelembungan anggaran telah terkurangi, bahkan dihilangkan, maka efisiensi produksi nasional relatif akan tercapai.

Berbagai usaha di atas tengah dilakukan, efisiensi ekonomi masih merupakan tujuan, hal ini mengandung arti bahwa harga barang dan jasa yang diproduksi perusahaan dalam negeri baik kecil, menengah, maupun besar relatif masih mahal, jika proses produksi menggunakan bahan baku impor maka tentu harga komoditas tersebut semakin mahal, sebab kurs dollar terhadap rupiah masih tinggi.

Kondisi di atas mencerminkan bahwa Indonesia sesungguhnya belum siap melakukan perdagangan bebas dengan negara lain, apalagi dengan negara yang telah mencapai efisiensi ekonomi. Jika kita tetap melakukannya maka produsen dalam negeri akan kehilangan konsumen faktual dan konsumen potensialnya, sebab mereka akan beralih kepada komoditas impor yang lebih murah.

Menyikapi perdagangan bebas ASEAN-China, khususnya Indonesia-China, sesungguhnya merupakan perdagangan bebas yang tidak adil. Kita mengenal sistem ekonomi China belum bisa dikatakan keluar sepenuhnya dari sistem ekonomi terpimpin (Command economic System), berarti komoditas yang dihasilkan China merupakan komoditas nasional, meskipun dihasilkan oleh produsen swasta dapatkah kita menjamin hilangnya keterlibatan Pemerintah China dalam proses produksi (hilangnya subsidi pemerintah, serta bantuan pemerintah lainnya terhadap pengusaha). Pada kondisi seperti ini sesungguhnya produsen swasta Indonesia tengah bersaing dengan negara China sebagai produsen, akan mampukah produsen Indonesia bersaing dengannya ?. Kesulitan bersaing produsen swasta Indonesia dengan produk China terletak pada tingkat efisiensi yang dicapai oleh masing-masing produsen. Tingkat efisiensi produksi produsen swasta Indonesia tentu kalah oleh tingkat efisiensi produksi China, sebab berbagai unsur pendukung tercapainya efisiensi di China sepenuhnya merupakan kebijakan Pemerintah China, sebab negaranya merupakan produsen, dan tingkat ekonomi biaya tinggi di negara China relatif sangat rendah.

Sumbang saran kami untuk mengurangi dampak negatif perdagangan bebas Indonesia-China terhadap Produsen Indonesia adalah :

a. Mempercepat proses pencapaian efisiensi ekonomi melalui pengembangan sarana dan prasarana pasar komoditas lokal (Pengembangan sarana pasar tradisional, menjadi saran pasar tradisional modern).

b. Pengembangan komoditas yang berbasis bahan baku lokal.

c. Meniadakan praktik ekonomi biaya tinggi yang bersumber dari berbagai pungutan liar yang berkenaan dengan perizinan serta faktor-faktor administratif lainnya, korupsi, pembengkakan anggaran (mark up), dan praktir kotor lain yang berkenaan langsung dengan meningkatnya biaya produksi.

d. Menutup impor barang dan jasa yang telah diproduksi di Dalam Negeri.

e. Memperluas jaringan kerjasama usaha di dalam negeri, sehingga produsen dalam negeri memperoleh kemudahan dalam penyediaan bahan baku, sumber dana, serta kemudahan melakukan promosi pada berbagai media massa.

f. Meningkatkan subsidi pemerintah khususnya untuk barang yang diproduksi swasta namun berkaitan dengan hajat hidup rakyat (misalnya komoditas minyak dan gas alam beserta distribusinya, komoditas pangan terutama beras, komoditas pakaian dan derivasinya, jasa komunikasi dan transfortasi, air minum, air bersih, listrik dan komoditas publik lainnya), hal ini dilakukan agar dicapai efisiensi lebih cepat. (ingat kewajiban yang diemban negara dari UUD-45, pasal 33).

Perdagangan bebas antar negara yang memiliki tingkat efisiesi yang seimbang memang menguntungkan, khususnya bagi pemenuhan kebutuhan konsumen terhadap produk yang tidak diproduksi di dalam negeri, namun jika perdagangan bebas dilakukan antara negara yang telah memperoleh efisiensi karena sistem ekonomi dan keterlibatan negara sangat mendukung dengan negara berkembang yang belum mencapai tingkat efisiensi dalam perekonomiannya, maka yang terjadi adalah ketidak adilan. Jika perdagangan bebas memperdagangkan barang yang telah di produksi di dalam negeri negara yang tidak efisien, maka perdagangan bebas merupakan penghancuran produsen dalam negeri.


Pergaulan ekonomi dunia bukan ajang pemelaratan manusia, namun alat untuk mensejahterakan manusia, jika ternyata perdagangan bebas melahirkan kesengsaraan rakyat Indonesia, sebaiknya Indonesia menunda perdangan bebas sampai dicapai tingkat efisiensi ekonomi nasional dan siap bersaing.


Makalah

Ekonomi Internasional 2

HUBUNGAN PERDAGANGAN ASEAN

(CINA DENGAN INDONESIA)
















Oleh:

Nama : Akhmad Siswandi

NIM : AIA 006 009

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MATARAM

OKTOBER 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar